Kita sudah sering membaca atau mendengar sebuah hadis Nabi Saw yang menyatakan bahwa perbedaan pendapat di antara umat Islam adalah rahmat. Hadis itu berbunyi cukup singkat sehingga mudah kita hafal dan kita ucapkan:
(ﺍِﺧْﺘِﻠﺎﻑُ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﺭَﺣْﻤَﺔٌّ)
Perbedaan (pendapat) di antara umatku adalah rahmat.
Hadis ini cocok banget dengan konsep demokrasi, yg memang mengasumsikan akan selalu menimbulkan perbedaan pendapat. Di alam demokrasi, setiap orang punya hak untuk menyatakan pendapat masing-masing meskipun saling bertentangan dg pendapat orang lain, bahkan pendapat pemerintah. Dan sikap demikian dijamin oleh Undang-Undang.
Namun, ada yang bertanya, bukankah perbedaan pendapat itu akan menimbulkan perpecahan, sikap partisan, dan munculnya banyak pendapat?! Sementara agama maupun negara mendorong persatuan, bukan perpecahan. Lantas, di mana letak rahmat yang dimaksud hadis tersebut?
Pembaharu asal Turki Syeikh Badiuzzaman Said Nursi memberi jawaban gamblang atas pertanyaan tadi. Di kitabnya yg monumental, Risalah Nur, dia menegaskan bahwa perbedaan yang disebutkan dalam hadis tadi adalah perbedaan yang bersifat positif dan konstruktif.
Maksudnya, tiap-tiap pihak yang mengajukan pendapat berusaha membenahi dan mempromosikan manhaj dan pendapatnya, tanpa berupaya menjatuhkan dan menolak manhaj, konsep, metode, atau program-program yang diajukan orang lain. Bahkan, setiap pihak pun berupaya menyempurnakan dan melakukan perbaikan terhadap manhaj pihak lain.
Adapun perbedaan yang negatif, menurut Said Nursi, itu upaya untuk menghancurkan pihak lain dengan sikap partisan dan permusuhan. Bentuk perselisihan ini ditolak oleh hadis tersebut. Pasalnya, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tidak sanggup melakukan suatu hal yang positif dan membangun.
Bahkan, tak jarang sikap dogmatis lebih mengemuka pada diri seseorang, sehingga dia lbh suka dan sangat berpegang pada pendapat keagamaannya, seraya menyalahkan pendapat pihak lain. Jika sikap dogmatis itu menyangkut soal akidah dan keimanan, tak jarang kemudian timbul sikap pengkafiran secara tdk proporsional kepada pihak lain. Hal ini justru akan mendatangkan sikap saling merusak. Bukan lagi rahmat yg hadir, tapi kehancuran. Naudzubillah.
(ahmadie thaha, jenggawah jember, bakda Subuh 13/5/2022)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar