KH. Ahmadie Thaha
(Pimpinan Pesantren Tadabbur al-Qur'an)
Tahukah Anda bagaimana cara para sahabat menghafal al-Qur'an? Ternyata, mereka menghafal al-Qur'an secara pelan-pelan, tidak terburu-buru. Dalam sekali waktu, mereka cukup menghafal sepuluh ayat, kemudian mentadabburi ayat-ayat yang sedang mereka hafal ini dengan memahami maknanya, dan selanjutnya mereka langsung mengajarkannya kepada orang lain. Baru setelah itu mereka pindah menghafal ayat-ayat berikutnya.
(Pimpinan Pesantren Tadabbur al-Qur'an)
Tahukah Anda bagaimana cara para sahabat menghafal al-Qur'an? Ternyata, mereka menghafal al-Qur'an secara pelan-pelan, tidak terburu-buru. Dalam sekali waktu, mereka cukup menghafal sepuluh ayat, kemudian mentadabburi ayat-ayat yang sedang mereka hafal ini dengan memahami maknanya, dan selanjutnya mereka langsung mengajarkannya kepada orang lain. Baru setelah itu mereka pindah menghafal ayat-ayat berikutnya.
Mereka menekankan tadabbur al-Qur'an bersama hafalan karena tadabbur merupakan perintah Allah Swt yang ditegaskan di empat ayat, yaitu dalam surah an-Nisâ' [4]: 82, al-Mu'minûn [23]: 68, Shâd [38]: 29 dan Muhammad [47]: 24. Dua ayat di antaranya bernada ancaman keras dan teguran bagi mereka yang tidak mau mentadabburinya, dengan disebut "hati mereka sudah terkunci".
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا
Maka tidakkah mereka mentadabburi al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci? (Qs. Muhammad [47]: 24)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Maka apakah mereka tidak mentadabburi al-Qur'an? Jika al-Qur'an itu berasal dari selain Allah, tentulah mereka mendapatkan banyak pertentangan di dalamnya. (Qs. an-Nisa [4]: 82)
Ibnu Taymiyyah, seorang pembaharu muslim yang sangat prolifik dalam berkarya, menegaskan dalam pendahuluan kitabnya Ushul fi al-Tafsir bahwa, "tidak mungkin mendatabburi al-Quran tanpa memahami makna-maknanya."
Untuk menjelaskan pernyataan Ibnu Taymiyyah ini, Ihsan bin Muhammad bin Ayisy al-'Utaibi dalam kitab 50 Faedah wa Qa'idah menyebut riwayat bahwa Ibnu Umar membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghafal surah al-Baqarah. Sahabat yang dikenal sebagai ahlul Qur'an ini tak mau menghafal al-Qur'an begitu saja, tapi mewajibkan diri mentadabburi ayat-ayatnya bersama hafalannya.
Sikap demikian dilakukan bukan hanya oleh Ibnu Umar yang sangat rajin menghafal al-Qur'an, tapi juga oleh para sahabat yang lain. Misalnya, Abu Bakar As-Siddiq. Sahabat Nabi yang pertama kali menjadi khalifah ini juga dikenal sebagai salah seorang sahabat yang menghafal al-Qur'an dengan dibarengi pemahaman yang sangat baik atasnya.
Begitu pula Umar bin Khattab, khalifah kedua ini juga terkenal dengan hafalannya dan pemahamannya yang mendalam tentang al-Qur'an. Dia sering kali mengutip ayat-ayat al-Quran dalam pidato dan nasihatnya saat memerintah. Hal sama dilakukan Uthman bin Affan. Khalifah ketiga ini juga merupakan sahabat yang hafal al-Qur'an secara penuh dan memahaminya dengan baik.
Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat dan sepupu Nabi Muhammad Saw, juga dikenal sebagai sahabat yang menghafal dan memahami al-Qur'an secara mendalam. Dan Abdullah bin Mas'ud termasuk sahabat terkemuka dan ahli dalam ilmu al-Qur'an. Dialah sahabat yang paling awal menghafal al-Qur'an dan mendapat pujian langsung dari Nabi atas pemahamannya tentang al-Qur'an.
Abdullah bin Abbas, sepupu Nabi Muhammad Saw dari pihak ibu, merupakan sahabat yang juga dikenal dengan pemahamannya yang mendalam tentang al-Qur'an. Nabi Muhammad SAW berdoa untuknya agar diberi pemahaman tentang agama dan al-Qur'an. Terakhir, Aisyah binti Abi Bakar, istri Nabi sendiri, juga seorang sahabat yang hafal al-Qur'an dengan baik dan sering memberikan pemahaman tentang ayat-ayat al-Qur'an.
Itu hanya beberapa contoh dari banyak sahabat Nabi yang memiliki hafalan, yang didasari tadabbur dan pemahaman yang mendalam tentang al-Qur'an. Mereka adalah teladan bagi umat Islam dalam menghargai, mendalami, dan mengamalkan ajaran-ajaran kitab suci al-Quran.
Menurut Ihsan, para sahabat umumnya menghafal tidak lebih dari sepuluh ayat dalam suatu waktu, dan baru mau pindah menghafal ayat-ayat berikutnya setelah mempelajarinya dan juga setelah mengajarkannya.
Ada yang memaknai praktek para sahabat ini, bahwa hafalan sepuluh ayat itu bisa dilakukan sebagai target hafalan harian. Jika ini dilakukan, maka kita akan memerlukan waktu 1 tahun 8 bulan untuk menghafal seluruh al-Qur'an. Kita tahu, al-Qur'an terdiri dari 114 surah dan sekitar 6.236 ayat. Ini berarti, waktu yang dibutuhkan untuk menghafal seluruh al-Quran: 6.236 ayat/10 ayat/hari = 623,6 hari.
Tentu perlu kita ingat, proses menghafal al-Qur'an bisa berbeda-beda untuk setiap orang. Beberapa orang mungkin dapat menghafal lebih cepat, sementara yang lain mungkin memerlukan waktu lebih lama. Konsistensi, kesabaran, dan tekad adalah kunci penting dalam menghafal al-Quran dengan baik.
Yang pasti, praktek para sahabat tersebut menunjukkan, mereka menghafal al-Quran dengan tertib, penuh disiplin, untuk memastikan setiap ayat dikuasai sebelum melanjutkan ke bagian ayat-ayat berikutnya. Mereka memahami bahwa mendapatkan tadabbur dan pemahaman yang benar itu lebih penting dari sekedar menghafal secara cepat.
Para sahabat Nabi menjadi contoh teladan dalam proses menghafal al-Qur'an. Mereka tidak terburu-buru untuk menyelesaikan hafalan dengan cepat, melainkan menghafalnya secara bertahap dan tertib. Pendekatan para sahabat menghafal hanya sepuluh ayat pada suatu waktu, patut kita teladani untuk memastikan kualitas hafalan dan untuk menghindari kesalahan dalam mengulanginya.
Menghafal al-Qur'an tidak hanya sekadar menghafal huruf dan bunyi, tetapi juga memahami makna-maknanya. Para sahabat belajar dengan seksama makna setiap ayat yang mereka hafal. Mereka merenungkan pesan-pesan yang dikandung dalam ayat-ayat tersebut, sehingga hafalan mereka menjadi berarti dan mendalam. Pendekatan ini membantu mereka membangun hubungan yang kuat dengan teks suci dan memahami pesan-pesan Allah dengan lebih baik. Mereka sangat memahami makna-makna ayat al-Qur'an yang mereka hafal.
Bahkan tak hanya menghafal dan memahami, mereka juga mengajarkan ilmu yang telah mereka pahami itu. Para sahabat menerima pesan dari Rasulullah Saw bahwa menghafal tak boleh hanya untuk diri sendiri, tapi juga harus dibagikan ilmu yang didapatnya kepada orang lain. Setelah menguasai sepuluh ayat dengan baik, mereka mengajarkannya kepada orang lain dengan penuh pemahaman.
Pendekatan ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang berkelanjutan, di mana ilmu dan pemahaman tentang al-Qur'an dapat tersebar dengan lebih luas di kalangan umat Islam. Para sahabat mengerti bahwa mendalami makna al-Qur'an dan mengajarkannya kepada orang lain akan memberikan pahala yang lebih besar. Sebuah hadits Nabi Saw menyebutkan, "Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang belajar al-Qur'an dan yang mengajarkannya."
Menghafal al-Quran secara perlahan membantu para sahabat untuk menjaga kualitas hafalan mereka. Mereka berusaha untuk benar-benar menghayati dan mengingat setiap kata dengan baik, sehingga menghindari kesalahan dalam mengulanginya. Konsistensi dalam menghafal dan memahami al-Quran juga membantu mereka meresapi nilai-nilai yang terkandung dalam setiap ayat. Selanjutnya, mereka dapat mengimplementasikan ajaran-ajaran al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari mereka dengan lebih baik. Ini membuat hafalan mereka menjadi semakin lebih berarti dan bermanfaat.
Menghafal al-Quran adalah proses yang memerlukan kesabaran, pemahaman, kedisiplinan dan ketertiban. Para sahabat Nabi telah memberikan teladan yang luar biasa dalam pendekatan mereka yang santai dan penuh penghayatan dan tadabburi terhadap al-Qur'an. Menghafal hanya sepuluh ayat pada satu waktu, mentadabburi dengan memahami makna-maknanya, serta mengajarkannya kepada orang lain, menjadi praktik yang menginspirasi. Dengan mengikuti jejak para sahabat, kita dapat lebih menghargai dan mendekati al-Qur'an dengan rasa takjub dan ketaatan yang lebih dalam. (ahmadie thaha 04/08/2023)
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا
Maka tidakkah mereka mentadabburi al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci? (Qs. Muhammad [47]: 24)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Maka apakah mereka tidak mentadabburi al-Qur'an? Jika al-Qur'an itu berasal dari selain Allah, tentulah mereka mendapatkan banyak pertentangan di dalamnya. (Qs. an-Nisa [4]: 82)
Ibnu Taymiyyah, seorang pembaharu muslim yang sangat prolifik dalam berkarya, menegaskan dalam pendahuluan kitabnya Ushul fi al-Tafsir bahwa, "tidak mungkin mendatabburi al-Quran tanpa memahami makna-maknanya."
Untuk menjelaskan pernyataan Ibnu Taymiyyah ini, Ihsan bin Muhammad bin Ayisy al-'Utaibi dalam kitab 50 Faedah wa Qa'idah menyebut riwayat bahwa Ibnu Umar membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghafal surah al-Baqarah. Sahabat yang dikenal sebagai ahlul Qur'an ini tak mau menghafal al-Qur'an begitu saja, tapi mewajibkan diri mentadabburi ayat-ayatnya bersama hafalannya.
Sikap demikian dilakukan bukan hanya oleh Ibnu Umar yang sangat rajin menghafal al-Qur'an, tapi juga oleh para sahabat yang lain. Misalnya, Abu Bakar As-Siddiq. Sahabat Nabi yang pertama kali menjadi khalifah ini juga dikenal sebagai salah seorang sahabat yang menghafal al-Qur'an dengan dibarengi pemahaman yang sangat baik atasnya.
Begitu pula Umar bin Khattab, khalifah kedua ini juga terkenal dengan hafalannya dan pemahamannya yang mendalam tentang al-Qur'an. Dia sering kali mengutip ayat-ayat al-Quran dalam pidato dan nasihatnya saat memerintah. Hal sama dilakukan Uthman bin Affan. Khalifah ketiga ini juga merupakan sahabat yang hafal al-Qur'an secara penuh dan memahaminya dengan baik.
Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat dan sepupu Nabi Muhammad Saw, juga dikenal sebagai sahabat yang menghafal dan memahami al-Qur'an secara mendalam. Dan Abdullah bin Mas'ud termasuk sahabat terkemuka dan ahli dalam ilmu al-Qur'an. Dialah sahabat yang paling awal menghafal al-Qur'an dan mendapat pujian langsung dari Nabi atas pemahamannya tentang al-Qur'an.
Abdullah bin Abbas, sepupu Nabi Muhammad Saw dari pihak ibu, merupakan sahabat yang juga dikenal dengan pemahamannya yang mendalam tentang al-Qur'an. Nabi Muhammad SAW berdoa untuknya agar diberi pemahaman tentang agama dan al-Qur'an. Terakhir, Aisyah binti Abi Bakar, istri Nabi sendiri, juga seorang sahabat yang hafal al-Qur'an dengan baik dan sering memberikan pemahaman tentang ayat-ayat al-Qur'an.
Itu hanya beberapa contoh dari banyak sahabat Nabi yang memiliki hafalan, yang didasari tadabbur dan pemahaman yang mendalam tentang al-Qur'an. Mereka adalah teladan bagi umat Islam dalam menghargai, mendalami, dan mengamalkan ajaran-ajaran kitab suci al-Quran.
Menurut Ihsan, para sahabat umumnya menghafal tidak lebih dari sepuluh ayat dalam suatu waktu, dan baru mau pindah menghafal ayat-ayat berikutnya setelah mempelajarinya dan juga setelah mengajarkannya.
Ada yang memaknai praktek para sahabat ini, bahwa hafalan sepuluh ayat itu bisa dilakukan sebagai target hafalan harian. Jika ini dilakukan, maka kita akan memerlukan waktu 1 tahun 8 bulan untuk menghafal seluruh al-Qur'an. Kita tahu, al-Qur'an terdiri dari 114 surah dan sekitar 6.236 ayat. Ini berarti, waktu yang dibutuhkan untuk menghafal seluruh al-Quran: 6.236 ayat/10 ayat/hari = 623,6 hari.
Tentu perlu kita ingat, proses menghafal al-Qur'an bisa berbeda-beda untuk setiap orang. Beberapa orang mungkin dapat menghafal lebih cepat, sementara yang lain mungkin memerlukan waktu lebih lama. Konsistensi, kesabaran, dan tekad adalah kunci penting dalam menghafal al-Quran dengan baik.
Yang pasti, praktek para sahabat tersebut menunjukkan, mereka menghafal al-Quran dengan tertib, penuh disiplin, untuk memastikan setiap ayat dikuasai sebelum melanjutkan ke bagian ayat-ayat berikutnya. Mereka memahami bahwa mendapatkan tadabbur dan pemahaman yang benar itu lebih penting dari sekedar menghafal secara cepat.
Para sahabat Nabi menjadi contoh teladan dalam proses menghafal al-Qur'an. Mereka tidak terburu-buru untuk menyelesaikan hafalan dengan cepat, melainkan menghafalnya secara bertahap dan tertib. Pendekatan para sahabat menghafal hanya sepuluh ayat pada suatu waktu, patut kita teladani untuk memastikan kualitas hafalan dan untuk menghindari kesalahan dalam mengulanginya.
Menghafal al-Qur'an tidak hanya sekadar menghafal huruf dan bunyi, tetapi juga memahami makna-maknanya. Para sahabat belajar dengan seksama makna setiap ayat yang mereka hafal. Mereka merenungkan pesan-pesan yang dikandung dalam ayat-ayat tersebut, sehingga hafalan mereka menjadi berarti dan mendalam. Pendekatan ini membantu mereka membangun hubungan yang kuat dengan teks suci dan memahami pesan-pesan Allah dengan lebih baik. Mereka sangat memahami makna-makna ayat al-Qur'an yang mereka hafal.
Bahkan tak hanya menghafal dan memahami, mereka juga mengajarkan ilmu yang telah mereka pahami itu. Para sahabat menerima pesan dari Rasulullah Saw bahwa menghafal tak boleh hanya untuk diri sendiri, tapi juga harus dibagikan ilmu yang didapatnya kepada orang lain. Setelah menguasai sepuluh ayat dengan baik, mereka mengajarkannya kepada orang lain dengan penuh pemahaman.
Pendekatan ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang berkelanjutan, di mana ilmu dan pemahaman tentang al-Qur'an dapat tersebar dengan lebih luas di kalangan umat Islam. Para sahabat mengerti bahwa mendalami makna al-Qur'an dan mengajarkannya kepada orang lain akan memberikan pahala yang lebih besar. Sebuah hadits Nabi Saw menyebutkan, "Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang belajar al-Qur'an dan yang mengajarkannya."
Menghafal al-Quran secara perlahan membantu para sahabat untuk menjaga kualitas hafalan mereka. Mereka berusaha untuk benar-benar menghayati dan mengingat setiap kata dengan baik, sehingga menghindari kesalahan dalam mengulanginya. Konsistensi dalam menghafal dan memahami al-Quran juga membantu mereka meresapi nilai-nilai yang terkandung dalam setiap ayat. Selanjutnya, mereka dapat mengimplementasikan ajaran-ajaran al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari mereka dengan lebih baik. Ini membuat hafalan mereka menjadi semakin lebih berarti dan bermanfaat.
Menghafal al-Quran adalah proses yang memerlukan kesabaran, pemahaman, kedisiplinan dan ketertiban. Para sahabat Nabi telah memberikan teladan yang luar biasa dalam pendekatan mereka yang santai dan penuh penghayatan dan tadabburi terhadap al-Qur'an. Menghafal hanya sepuluh ayat pada satu waktu, mentadabburi dengan memahami makna-maknanya, serta mengajarkannya kepada orang lain, menjadi praktik yang menginspirasi. Dengan mengikuti jejak para sahabat, kita dapat lebih menghargai dan mendekati al-Qur'an dengan rasa takjub dan ketaatan yang lebih dalam. (ahmadie thaha 04/08/2023)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar